Kamis, 28 Agustus 2014

LOMBA KARNAVAL


Untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69, Pemerintah Desa beserta Karang Taruna Sedati Gede melaksanakan berbagai kegiatan lomba. Salah satunya lomba karnaval yang diikuti 16 RW. Dalam lomba tersebut, kami dilibatkan sebagai tim penilai dan tim keamanan.Berikut dokumentasinya :   

Konvoi Kades beserta jajaran
Pelapasan Balon

Pemotongan Tali Pemberangkatan oleh Kepala Desa

Rapat Tim Penilai


Bapak dan Ibu Kepala Desa

Aksi PASKIBRA

Aksi Ibu-ibu PKK
Aksi Badut

kreasi Burung Garuda
Kreasi Delman Kerajaan

Aksi Para Proklamator

Aksi Patrol


Kritik Bahaya Narkoba

Aksi Tentara

Aksi Para Pejuang


Kreasi Bola


Kritik : Bahaya Narkoba
Kreasi Mobil Tank
Kreasi Panggung YKS
Kreasi Meriam

Aksi Teatrikal : Malahirkan di tengah perang
Kreasi Tank Mini

Kreasi Ibu Tani

Kreasi Ambulan





KERJA BAKTI DI BALAI DESA SEDATI GEDE



 
PENANAMAN BUNGA DI BALAI DESA

PENGGANTIAN POT

Cangkul-cangkul yang dalam...

PENATAAN POT BUNGA DI BALAI DESA

PENAMBAHAN HUMUS BUAT TANAMAN

GAPURA BERSIH GAPURA SEDATI


PENINJAUAN DESA HIJAU











Kamis, 12 Juni 2014

Pendidikan untuk Apa?


Apa  esensi  utama  dari  pendidikan?  Tentunya  adalah  untuk mencerdaskan manusia.  Pendidikan  berfungsi  untuk  meningkatkan martabat  manusia  dengan  mengembangkan  ilmu  pengetahuan  dan menciptakan individu yang berkarakter. Pertanyaan berikutnya adalah masihkah pendidikan  seperti  itu?

Begitu sibuknya kita terhadap perilaku dan hasil membuat kita terkadang  lupa esensi atau sumber murni darimana perilaku  itu muncul. Pendidikan dalam bahasa mudahnya adalah untuk membuat  individu yang bodoh menjadi pintar. Namun fenomena saat ini jauh dari sumber murni  sebenarnya.

Saat ini berbagai institusi pendidikan terlalu berfokus pada hasil hingga melupakan sumbernya. Mulai dari seleksi penerimaan siswa atau mahasiswa baru misalnya, berbagai  institusi mencoba mencari bibit-bibit unggul agar nantinya bisa memperoleh hasil  yang baik pula.

Terkadang  beberapa  orang  bertanya,  sebenarnya  sekolah unggulan  itu  memang  unggul  atau  mahasiswanya  yang  unggul? Bukankah  esensi  pendidikan  adalah  untuk  mengubah  orang  bodoh menjadi pintar , maka seharusnya sekolah unggulan bukanlah sekolah yang memiliki siswa-siswa yang pandai,  tetapi sekolah yang memiliki siswa-siswa  yang  bodoh  kemudian  sekolah  tersebut  berhasil mendidiknya  sehingga menjadi  pintar .  Bukan  sekolah  yang memiliki siswa-siswa  yang pintar dan  kemudian memfasilitasi mereka.

Maka keberhasilan sebuah institusi pendidikan tidak seharusnya dilihat dari hasil akhirnya, melainkan dari sejauh mana institusi tersebut berhasil  membuat  perubahan  pada  siswa  atau  mahasiswanya. Pendidikan  seharusnya  bukan  tentang  mencari  bibit-bibit  unggul dengan  seleksi,  tetapi  bagaimana  membuat  perubahan.  Jika  kita bandingkan apa yang dilakukan Ki Hadjar dan Ki Ahmad Dahlan yang memungut anak-anak jalanan untuk bersekolah, apa yang terjadi saat ini  sungguh  ironis.

Namun hal  ini  tidak hanya  terjadi pada  tingkatan penyelenggara, namun  juga pada  tingkatan peserta didik. Peserta didik yang  terlalu sibuk mengejar  hasil  berupa  nilai  dan  ijazah  terkadang menciutkan esensi atau makna dari pendidikan  itu  sendiri. Bukan sepenuhnya salah institusi penyelenggara atas apa yang terjadi saat ini, karena mungkin memang seperti inilah harapan peserta didik. Sebuah pendidikan yang  mementingkan perilaku dan hasil serta melupakan esensi atau  sumber dari pendidikan  itu  sendiri.

Para  peserta  didik  yang  lupa  atau mungkin  tidak mau  tahu tentang  sumber  dari  pendidikan  itu  sendiri.  Pendidikan  yang  hanya dianggap sebagai sebuah formalitas yang harus dijalani dalam hidup  ini. Pendidikan  yang melupakan arti dari pendidikan  itu  sendiri.Lalu apa yang bisa diharapkan dari dunia pendidikan semacam ini? Dunia pendidikan yang meminggirkan filsafat dan memuja perilaku dan hasil, padahal pendidikan adalah tentang pemahaman (sumber). Pendidikan yang selaras, pendidikan yang sesuai antara sumber murni dan hasil  itulah  sebuah  cita-cita.

 Dikutip dari : http://berpikirberbeda.blogspot.com/

Manusia Tanpa Makna


“Kuliah dimana, Mas?”
“Filsafat”
“Whuuuuuusss…”

Fenomena  seperti  ini  sangat  sering kita  jumpai dewasa  ini. Entah kenapa sesuatu yang sifatnya filosofis mulai dihindari dan dijauhi oleh masyarakat kita. Padahal, hal-hal sifatnya asesnsi semacam itu sangat diperlukan untuk menjadi manusia  yang  selaras.

Filosofi  membantu  kita  memahami  sumber  diri  kita.  Itu membantu  kita  memahami  alasan-alasan  dan  tujuan  kita  dalam melakukan suatu perbuatan. Tanpa berfilosofi kita  tidak akan pernah memahami  sumber  kita  dan  tidak  akan  bisa menjadi manusia  yang selaras.

Tanpa  memahami  sumber  kita,  yang  ada  hanyalah  menjadi seorang individu yang hidup hanya dengan perilaku dan hasil, individu yang membuat teori Pavlov menjadi sangat populer . Individu semacam ini mungkin memiliki perilaku dan hasil yang bagus, tetapi cenderung mudah dimanfaatkan oleh orang  lain.

Ibaratnya  hanya  seperti  seorang  supir  taksi  yang mengantar penumpang pergi ke manapun, namun dirnya  tidak pernah benar-benar memahami  mengapa  seseorang pergi  ke  tempat  tersebut.Tetapi  tentu  saya  yakin  tidak  orang  yang  sama  sekali  tidak memahami  satu  pun  sumber  dalam  dirinya.  Yang  perlu  ditingkatan adalah bagaimana kita bisa memahami seluruh sumber yang ada dalam diri  kita.  Sehingga  kita  akan  menjadi  manusia  selaras  seutuhnya, manusia yang memiliki makna dari setiap perilaku dan perbuatannya. Manusia yang memahami maksud, tujuan, dan konsekuensi atas segala perilakunya.

Bagaimana kita memahami sumber kita? Langkah yang pertama dan utama adalah menghapus phobia  terhadap segala sesuatu yang sifatnya  filosofis, karena manusia yang selaras seutuhnya memahami filosofi atas seluruh perbuatannya. Mulai berpikir tentang hal-hal yang sifatnya metafisika dan absurd, karena kita dapat menemukan esensi dari hal-hal  semacam  itu.

Mulai dari pertanyaan yang paling dasar semisal siapa aku, apa yang  aku  lalukan,  mengapa  aku  melakukannya  hingga  pada pertanyaan-pertanyaan  yang  lebih  kompleks.  Berpikirlah  minimal tentang dirimu sendiri. Berhentilah sejenak dan menengadahkan kepala ke atas mencari  jawaban.

Hal-hal semacam ini yang oleh beberapa orang disebut sebagai bertapa, bersemedi, merenung, dan sebagainya. Hidup bukan hanya tantang melakukan sesuatu dan memperoleh hasil yang terbaik, namun juga  tentang mengapa  kita melakukan  semua  itu.Apabila  suatu  individu  telah  berhasil memahami  sumbernya, maka  individu  tersebut  akan  lebih  jernih melihat  dunia.

Memahami segala  permasalahan  dan  bagaimana  mengatasinya.  Terlepas  dari kekangan  tekanan  hidup  karena  telah mencapai masa  depan  tanpa perlu  terbentuk menjadi  sebuah materi.Individu  semacam  ini  akan  selalu  tenang  dalam  menjalani kehidupannya dan  tidak membabi buta. Pada akhirnya  individu yang
selaras seutuhnya akan terhindar dari perilaku membabi buta karena menemukan apa  tujuan utama hidupnya dan bagaimana mencapainya.

Dikutip dari : http://berpikirberbeda.blogspot.com/